Friday, October 17, 2008

Masa kecil saya di Papua

.
Masa Kecil saya di Papua

Hollandia 1910-1962

Kotabaru 1962-1963
Sukarnopura 1963-1968
Jayapura 1968-…….

Demikianlah urutan nama kota tempat saya tinggal sewaktu kecil yang sebanyak empat kali berganti nama yang sekarang bernama Jayapura. Kota paling timur di Indonesia. Kota yang pertama kali melihat matahari terbit dan pertama kali melihat matahari terbenam.


Saya dilahirkan sebagai anak terakhir dari 4 bersaudara. Saya mempunyai dua orang kakak laki-laki dan seorang kakak perempuan. Kami semua berempat memiliki selisih usia setahun. Sewaktu kecil saya termasuk sebagai anak yang beruntung. Bagaimana tidak lingkungan tempat tinggal saya adalah suatu daerah terbuka di pinggir laut. Rumah saya terletak di pinggir tebing yang menghadap ke laut. Laut yang menjadi pemandangan sehari-hari merupakan sebuah teluk dengan lebar kurang lebih 1500 meter sehingga nun jauh diseberang sana setelah laut terdapat lagi daratan tebing yang juga menghadirkan pemandangan unik

Di waktu malam pemandangan ini akan menjadi lebih indah lagi karena akan tampak kerlap kerlip lampu rumah-rumah penduduk di seberang sana, lampu-lampu kendaraan yang sedang berjalan menyuri jalan yang berliku, nyala lampu berwarna merah pemancar radio dan teve yang berkedap-kedip, nyala lampu perahu nelayan atau lampu kapal tanker yang sedang lewat ataupun sedang bersandar di pelabuhan. Mungkin beda-beda tipis sama Hongkok di waktu malam... he..he..he..

Apalagi di malam lebaran, malam natal ataupun di malam tahun baru, pemandangan akan dimeriahkan lagi oleh nyala kembang api yang meluncur ke udara yang dilepaskan oleh hampir semua penduduk. Khusus di malam lebaran, takbiran selalu dilakukan dengan konvoi mobil dan motor keliling kota. Sudah tentu pemandangan yang akan tampak di kejauhan adalah iring-iringan panjang lampu kendaraan yang sambung menyambung menyusuri jalan yang berliku-liku. Bak ular naga panjang yang badannya terbuat dari lampu menyala terang dan berkerlap-kerlip di kejauhan. Sewaktu kecil di saat-saat seperti itu saya sering berpikir bahwa kota saya adalah kota yang paling indah di dunia ini.

Lingkungan di sekitar rumah saya sendiri merupakan area terbuka yang dikelilingi oleh pepohonan. Kebanyakan adalah pohon pisang yang tumbuh terus menerus dengan sendirinya tanpa henti walaupun terus-menerus pula pohon pisang itu ditebang karena diambil buahnya. Oleh sebab itu buah pisang sudah menjadi makanan sehari-hari bagi kami. Saya masih ingat bahwa untuk mengetahui ada buah pisang yang sudah masak tidaklah sulit. Pada malam hari bila ada kalong (sejenis kalelawar besar) terbang di sekitar rumah, maka itu artinya ada pisang yang sudah masak. Keesokan harinya tinggal dicari pasti akan ada buah pisang masak. Cuman sayang kondisinya ada beberapa buah yang sudah digigit binatang tersebut. Yaah.. mungkin itu memang sudah rejekinya karena semua mahluk hidup yang ada di muka bumi ini sudah di atur rejekinya oleh Tuhan sang maha pencipta. Namun seiring waktu, pohon-pohon pisang yang ada itu semakin lama semakin banyak dan semakin sering pula di waktu malam kalong hadir. Pada akhirnya setiap malam selalu saja ada kalong yang datang, itu berarti setiap hari pula ada buah pisang yang masak. Lama kelamaan kami pun sudah bosan makan buah pisang.

Sudah menjadi kebiasaan setelah pulang sekolah hingga sore hari kegiatan kami adalah bermain. Dalam keluarga, kami berempat sebagai anak-anak tidak bisa dikatakan sangat akrab namun tidak bisa juga dikatakan bermusuhan, pokoknya hubungan antar kakak beradik di keluarga kami adalah biasa-biasa saja. Kami memiliki teman bermain masing-masing, teman saya adalah teman saya, teman kakak saya adalah teman kakak saya. Tidak jarang kakak teman saya adalah teman kakak saya.

Bersambung…